Landasan, Azas serta Prinsip Koperasi
Landasan dan azas koperasi adalah Pancasila dan UUD 1945 serta berdasarkan
atas asas kekeluargaan. Berdasarkan landasan dan azas tersebut di atas, maka
kegiatan koperasi harus berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dan harus
berdasarkan pada asas kekeluargaan yang tercermin dengan adanya kesadaran dan
budi nurani untuk mengerjakan segala sesuatu untuk sesama di bawah pimpinan
pengurus serta pemilikan dari para anggotanya atas dasar keadilan dan kebenaran
serta keberanian bagi kepentingan bersama.
Dari pengertian landasan koperasi menurut undang-undang nomor 25 tahun 1992, maka koperasi itu harus dijiwai oleh Pancasila dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima sila Pancasila.
Pancasila yang bulat dan utuh memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasari atas keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia secara pribadi, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah. Sehingga di dalam pelaksanaan kegiatan koperasi harus selalu dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang merupakan pedoman setiap gerak dan tingkah laku.
Sedangkan prinsip dan tujuan koperasi pada hakekatnya adalah seperti yang tercantum dalam undang-undang nomor 25 tahun 1992 yaitu :
Dari pengertian landasan koperasi menurut undang-undang nomor 25 tahun 1992, maka koperasi itu harus dijiwai oleh Pancasila dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima sila Pancasila.
Pancasila yang bulat dan utuh memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasari atas keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia secara pribadi, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah. Sehingga di dalam pelaksanaan kegiatan koperasi harus selalu dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang merupakan pedoman setiap gerak dan tingkah laku.
Sedangkan prinsip dan tujuan koperasi pada hakekatnya adalah seperti yang tercantum dalam undang-undang nomor 25 tahun 1992 yaitu :
a.
Prinsip koperasi :
1. Keanggotaan bersifat terbuka dan
sukarela kepada siapapun.
Mengandung pengertian bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat sukarela juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaannya tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.
Mengandung pengertian bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat sukarela juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaannya tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.
2. Pengelolaan koperasi dilakukan
secara demokratis.
Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dari keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dari keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan
secara adil sebanding dengan besarnya jasa masing-masing anggota. Pembagian SHU
dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam
koperasi tetapi juga berdasarkan pertimbangan jasa usaha anggota terhadap
koperasi. Ketentuan yang demikian ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan
dan keadilan.
4. Pemberian balas jasa yang terbatas
terhadap modal.
Modal pada koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan oleh karena balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak berdasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan, yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi.
Modal pada koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan oleh karena balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak berdasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan, yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi.
5. Kemandirian.
Mengandung pengertian bahwa koperasi dapat berdiri sendiri tanpa tergantung dari pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung juga pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertangungjawabkan perbuatan dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.
Mengandung pengertian bahwa koperasi dapat berdiri sendiri tanpa tergantung dari pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung juga pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertangungjawabkan perbuatan dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.
6. Pendidikan Perkoperasian.
Mengandung pengertian bahwa koperasi merupakan salah satu wahana untuk mendidik para anggotanya untuk melakukan usaha dan kerja sama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.
Mengandung pengertian bahwa koperasi merupakan salah satu wahana untuk mendidik para anggotanya untuk melakukan usaha dan kerja sama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.
7. Kerjasama Antar Koperasi.
Mengandung pengertian bahwa koperasi sebagai salah satu wadah ekonomi dapat bekerjasama baik dengan badan usaha lainnya (BUMN dan swasta) maupun dengan sesama koperasi.
(Sumber: Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan 1998/1999).
Mengandung pengertian bahwa koperasi sebagai salah satu wadah ekonomi dapat bekerjasama baik dengan badan usaha lainnya (BUMN dan swasta) maupun dengan sesama koperasi.
(Sumber: Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan 1998/1999).
b. Tujuan Koperasi :
Koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
PERKEMBANGAN
KOPERASI DI INDONESIA
1. Pemerintah
Sebagai fungsi Regulatory dan Development
Sebelum berbicara mengenai
faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perkembangan koperasi di Indonesia, ada
baiknya kita memahami dulu pengalaman Koperasi di Indonesia. Secara tidak
langsung dengan memahami pengalaman Koperasi ini akan membuka wawasan tentang
pemahaman atas faktor-faktor perkembangan ekonomi terhadapa perkembangan
Koperasi di Indonesia.
Di
Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan
sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan
koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak
tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di
tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh
secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan
diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar.
Dan
atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus
mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah
perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan
koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan
“development” secara sekaligus (Shankar 2002).
Ciri
utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada
program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi
pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi
pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) Perusahaan baik milik
negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa
masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat
semestinya.
Selama
ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis
sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja
terbesar bagi penduduk Indonesia.
Bahkan
koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil
ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran
kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain
sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul
beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan
dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam
pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di
Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian
(Sharma, 1992).
Di manapun
baik di negara berkembang maupun di negara maju kita selalu disuguhkan contoh
koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal yaitu koperasi peternak
sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu menjadi contoh sukses
dimana-mana. Secara spesial terdapat contoh yang lain seperti produsen
gandum di daratan Australia, produsen kedele di Amerika Utara dan Selatan
hingga petani tebu di India yang menyamai kartel produsen. Keberhasilan
universal koperasi produsen susu, baik besar maupun kecil, di negara maju dan
berkembang nampaknya terletak pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran
koperasi, dengan demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang
tangguh untuk menghadapi ketidakadilan pasar. Corak ketergantungan yang tinggi
kegiatan produksi yang teratur dan kontinyu menjadikan hubungan antara anggota
dan koperasi sangat kukuh.
Syarat 3 :
“Posisi koperasi produsen yang menghadapi dilema bilateral monopoli
menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi”.
Di negara
berkembang, termasuk Indonesia, transparansi struktural tidak berjalan seperti
yang dialami oleh negara industri di Barat, upah buruh di pedesaan secara rill
telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi Lompatan ke sektor jasa
terutama sektor usaha mikro dan informal (Oshima, 1982). Oleh karena itu kita
memiliki kelompok penyedia jasa terutama disektor perdagangan seperti warung
dan pedagang pasar yang jumlahnya mencapai lebih dari 6 juta unit dan setiap
hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini cukup besar, tetapi belum
ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang berhasil di bidang ritel di
dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang terutama di negara-negara berkembang
“user” atau anggotanya adalah para pedagang kecil sehingga model ini harus
dikembangkan sendiri oleh negara berkembang.
Koperasi
selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada
awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan
lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan
tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh
anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat
perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat
ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk
dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik
masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.
Secara
historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui
dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama,
dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula
ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka
pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya
pesaing-pesaing usaha.
2.
Fenomena Globalisasi
Tidak
ada definisi yang baku atau standar mengenai globalisasi, tetapi secara
sederhana globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses di mana
semakin banyak negara yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi global yang
membuat negara-negara tersebut saling tergantung satu dengan yang lainnya.
Di
Wolf (2004), disebut ada tiga aspek yang saling terkait yang menandakan sedang
berlangsungnya proses globalisasi, yakni semakin terintegrasinya pasar lintas
negara, semakin berkurang-/menghilangnya hambatan-hambatan yang dikenakan
pemerintah terhadap arus internasional dari barang, jasa dan modal, dan
penyebaran global dari kebijakan-kebijakan yang yang semakin berorientasi pasar
di dalam negeri maupun internasional.
Jadi,
proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat
mendasar atau struktural dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang
akan semakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat
dan peningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia. Perkembangan
ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan ekonomi dan juga
mempertajam persaingan antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional
tetapi juga dalam investasi, keuangan, dan produksi.
Globalisasi
ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan
ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal
menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi
biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi,7perdagangan dan
pasar uang.
Globalisasi
ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan
kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan
pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah
pemerintah secara individu.
Dalam
tingkat globalisasi yang optimal arus produk dan faktor-faktor produksi
(seperti tenaga kerja dan modal) lintas negara atau regional akan selancar
lintas kota di dalam suatu negara atau desa di dalam suatu kecamatan. Pada
tingkat ini, seorang pengusaha yang punya pabrik di Kalimantan Barat setiap
saat bisa memindahkan usahanya ke Serawak atau Filipina tanpa halangan, baik
dalam logistik maupun birokrasi yang berkaitan dengan urusan administrasi
seperti izin usaha dan sebagainya.
Sekarang
ini dengan semakin mengglobalnya perusahaan-perusahaan multinasional atau
transnasional bersamaan dengan semakin dominannya sistem produksi global atau
internasionalisasi produksi (dibandingkan sistem produksi lokal pada era 50-an
hingga awal 80-an), tidak relevan lagi dipertanyakan negara mana yang menemukan
atau membuat pertama kali suatu barang.
Semakin
menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi secara nasional maupun
regional yang berbarengan dengan semakin hilangnya kedaulatan suatu
pemerintahan negara muncul disebabkan oleh banyak hal, diantaranya menurut
Halwani (2002) adalah komunikasi dan transportasi yang semakin canggih dan
murah, lalu lintas devisa yang semakin bebas, ekonomi negara yang semakin
terbuka, penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif tiap-tiap negara, metode produksi dan perakitan dengan organisasi
manajemen yang semakin efisien, dan semakin pesatnya perkembangan perusahaan
multinasional di hampir seantero dunia.
Selain
itu, penyebab-penyebab lainnya adalah semakin banyaknya industri yang bersifat footloose
akibat kemajuan teknologi (yang mengurangi pemakaian sumber daya alam),
semakin tingginya pendapatan dunia rata-rata per kapita, semakin majunya
tingkat pendidikan mayarakat dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi di semua
bidang, dan semakin banyaknya jumlah penduduk dunia.
Menurut
Friedman (2002), globalisasi mempunyai tiga dimensi. Pertama, dimensi
ide atau ideologi yaitu “kapitalisme”. Dalam pengertian ini termasuk seperangkat
nilai yang menyertainya, yakni falsafah individualisme, demokrasi dan hak asasi
manusia (HAM). Oleh karena itu tidak mengherankan jika demokrasi dan HAM
menjadi dua isu yang semakin penting, bahkan sekarang ini sering dijadikan
sebagai salah satu pertimbangan utama dalam membuat kesepakatan atau menjalin
kerjasama ekonomi antarnegara atau dalam konteks regional seperti ASEAN, UE dan
APEC atau global seperti WTO. Kedua, dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas
yang artinya arus barang dan jasa antarnegara tidak dihalangi sedikitpun juga. Ketiga,
dimensi teknologi, khususnya teknologi informasi yang akan membuka batas-batas
negara sehingga negara makin tanpa batas.
Derajat
globalisasi dari suatu negara di dalam perekonomian dunia dapat dilihat dari
dua indikator utama yait :
- Pertama, rasio dari perdagangan internasional (ekspor dan impor) dari negara tersebut sebagai suatu persentase dari jumlah nilai atau volume perdagangan dunia, atau besarnya nilai perdagangan luar negeri dari negara itu sebagai suatu persentase dari PDB-nya. Semakin tinggi rasio tersebut menandakan semakin mengglobal perekonomian dari negara tersebut. Sebaliknya, semakin terisolasi suatu negara dari dunia, seperti Korea Utara, semakin kecil rasio tersebut.
2.
Kedua, kontribusi dari negara tersebut dalam pertumbuhan investasi
dunia, baik investasi langsung atau jangka panjang atau umum disebut penanaman
modal asing (PMA) maupun investasi tidak langsung atau jangka pendek (investasi
portofolio).
Sebagai
suatu negara pengekspor (pengimpor) modal neto, semakin besar investasi dari
negara itu (negara lain) di luar negeri (dalam negeri), semakin tinggi derajat
globalisasinya. Derajat keterlibatan dari suatu negara (negara lain) dalam
investasi di negara lain (dalam negeri) bisa diukur oleh sejumlah indikator.
Misalnya, untuk investasi langsung oleh rasio dari PMA dari negara tersebut
(negara asing) di dalam pembentukan modal tetap bruto di negara lain (dalam
negeri). Sedangkan dalam investasi portofolio diukur oleh antara lain nilai
investasi portofolio dari negara tersebut (negara asing) sebagai suatu
persentase dari nilai kapitalisasi dari pasar modal di negara tujuan investasi
(dalam negeri), atau sebagai persentase dari jumlah arus masuk modal jangka
pendek di dalam neraca modal dari negara tujuan investasi (dalam negeri).
3.
Prospek Ke Depan Koperasi Indonesia
Apakah
lembaga yang namanya koperasi bisa survive atau bisa bersaing di era
globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia? Apakah koperasi masih
relevan atau masih dibutuhkan masyarakat, khususnya pelaku bisnis dalam era
modern sekarang ini? Jawabnya: ya.
Buktinya
bisa dilihat di banyak Negara Maju misalnya, Rabbo Bank adalah bank milik
koperasi, yang pada awal dekade 20-an merupakan bank ketiga terbesar dan konon
bank ke 13 terbesar di dunia. Di banyak Negara Maju koperasi juga sudah menjadi
bagian dari sistem perekonomian.
Ternyata
koperasi bisa bersaing dalam sistem pasar bebas, walaupun menerapkan asas kerja
sama daripada persaingan. Di Negara Maju koperasi lahir dan tetap ada karena
satu hal, yakni adanya distorsi pasar yang membuat sekelompok petani atau
produsen kecil secara individu tidak akan mampu menembus atau bermain di pasar
secara optimal. Oleh karena itu, mereka melakukan suatu kerjasama yang dilembagakan
secara resmi dalam bentuk suatu koperasi. Demikian juga lahirnya koperasi
simpan pinjam atau kredit. Karena banyak masyarakat tidak mampu mendapatkan
pinjaman dari bank komersial konvensional, maka koperasi kredit menjadi suatu
alternatif.
Esensi
globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sedang berlangsung saat ini dan
yang akan semakin pesat di masa depan adalah semakin menghilangnya segala macam
hambatan terhadap kegiatan ekonomi antar negara dan perdagangan internasional.
Melihat
perkembangan ini, prospek koperasi Indonesia ke depan sangat tergantung
pada dampak dari proses tersebut terhadap sektor bersangkutan. Oleh karena itu,
prospek koperasi harus dilihat berbeda menurut sektor. Selain itu, dalam
menganalisisnya, koperasi Indonesia perlu dikelompokkan ke dalam ketiga
kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan atas
dasar:
(i) koperasi
produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi (ii)
(ii)
koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan
(iii) koperasi
kredit dan jasa keuangan.
Koperasi
produsen terutama koperasi pertanian memang merupakan koperasi yang paling
sangat terkena pengaruh dari globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan
dunia. Sektor pertanian, yang berarti juga koperasi di dalamnya, di seluruh
belahan dunia ini memang selama ini menikmati proteksi dan berbagai bentuk
subsidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya pengaturan mengenai
subsidi, tarif, dan akses pasar, maka sektor ini semakin terbuka dan bebas, dan
kebijakan perencanaan pertanian yang kaku dan terfokus akan (sudah mulai)
dihapuskan.
Sehingga
pengekangan program pembangunan pertanian dari pemerintah tidak mungkin lagi
dijalankan secara bebas, tetapi hanya dapat dilakukan secara lokal dan harus
sesuai dengan potensi lokal. Konsukwensinya, produksi yang dihasilkan oleh
anggota koperasi pertanian tidak lagi dapat menikmati perlindungan seperti
semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari negara lain yang lebih
efisien.
Khusus
untuk koperasi-koperasi pertanian yang selama ini menangani komoditi sebagai
pengganti impor atau ditutup dari persaingan impor jelas hal ini akan merupakan
pukulan berat dan akan menurunkan pangsanya di pasar domestik kecuali ada
upaya-upaya peningkatan efisiensi, produktivitas dan daya saing. Sementara
untuk koperasi yang menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak
sawit, kopi, dan rempah serta produksi pertanian dan perikanan maupun
peternakan lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas.
Karena
berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan
demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang
untuk pening-katan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Namun
demikian, kemampuan koperasi-koperasi pertanian Indonesia untuk memanfaatkan
peluang pasar ekspor tersebut sangat tergantung pada upaya-upaya mereka
meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing dari produk-produk yang
dihasilkan.
Menurut
Soetrisno (2003c), dengan perubahan tersebut, prinsip pengembangan pertanian
akan lebih bersifat insentif driven ketimbang program driven seperti dimasa
lalu. Dengan demikian corak koperasi pertanian akan terbuka tetapi untuk
menjamin kelangsungan hidupnya akan terbatas pada sektor selektif yang memenuhi
persyaratan tumbuhnya koperasi. Olehnya, perkembangan koperasi pertanian ke
depan digambarkan sebagai “restrukturisasi” koperasi yang ada dengan fokus pada
basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil.
Oleh karena
itu konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi
kredit pedesaan, yang menekankan pada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam
sebagai ciri umum. Pada saat ini saja hampir di semua KUD, unit simpan
pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup koperasi. Sementara
kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif.
Hal ini terkait dengan struktur pertanian dan pasar produk pertanian yang
semakin kompetitif, termasuk jasa pendukung pertanian (jasa penggilingan dan
pelayanan lainnya) yang membatasi insentif berkoperasi.
Di
sektor lain, misalnya keuangan, kegiatan koperasi kredit di Indonesia, baik
secara teoritis maupun empiris, terbukti selama ini mempunyai kemampuan untuk
membangun segmentasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuangan di
dalam negeri yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masalah
informasi.
Bagi
koperasi kredit Indonesia, keterbukaan perdagangan dan aliran modal yang keluar
masuk akan merupakan kehadiran pesaing baru terhadap pasar keuangan, namun
tetap tidak dapat menjangkau para anggota koperasi. Apabila koperasi kredit
mempunyai jaringan yang luas dan menutup usahanya hanya untuk pelayanan anggota
saja, maka segmentasi ini akan sulit untuk ditembus pesaing baru.
Bagi
koperasi-koperasi kredit di Indonesia, adanya globalisasi ekonomi dunia akan
merupakan peluang untuk mengadakan kerjasama dengan koperasi kredit di
negara-negara lain, khususnya Negara Maju, dalam membangun sistem perkreditan
melalui koperasi. Menurut Soetrisno (2003a,b), koperasi kredit atau simpan pinjam di masa
mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu diikuti oleh
dukungan lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.
Ada
tiga hambatan eksternal utama yang dapat mempengaruhi perkembangan koperasi ,
yakni sebagai berikut :
- Keterlibatan pemerintah yang berlebihan (yang sering kali karena desakan pihak donor).
- Terlalu banyak yang diharapkan dari koperasi atau terlalu banyak fungsi yang dibebankan kepada koperasi melebihi fungsi atau tujuan koperasi sebenarnya.
- Kondisi yang tidak kondusif, seperti distorsi pasar, kebijakan ekonomi seperti misalnya kebijakan proteksi yang anti-pertanian, dan sebagainya.
Sedangkan,
hambatan internal adalah :
- termasuk keterbatasan anggota atau partisipasi anggota
- isu-isu struktural
- perbedaan antara kepentingan individu dan kolektif
- lemahnya manajemen.
Faktor yang mempengaruhi kemajuan koperasi
:
1. Sumber daya manusia yang terampil
2. Inovasi dari sumber daya manusia itu
sendiri
3. Terciptanya produk-produk baru yang
menarik pelanggan untuk membeli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar