1.
KASUS SUAP KPPU
Mencermati kasus suap
menyuap yang melibatkan anggota KPPU M. Iqbal dan Presdir First Media Billy
Sindoro dapat membuka mata kita bahwa begitu kotornya etika bisnis di
Indonesia. Jika etika bisnis seperti itu masih dipertahankan maka jangan harap
korupsi dapat hilang dari negara kita. Oleh karena itu, jangan ada lagi
pengusaha-pengusaha di Indonesia yang memiliki etika bisnis seperti Lippo.
Lippo Group yang dikenal sebagai perusahaan besar di Indonesia saja
ternyata memiliki etika bisnis yang sangat buruk. Dengan kasus Suap KPPU sangat
jelas telihat bahwa Billy Sindoro (tangan kanan Bos Lippo Group) menyuap M.
Iqbal untuk mempengaruhi putusan KPPU dalam kasus dugaan monopoli Siaran Liga
Inggris. Lippo ingin Astro Malaysia tetap menyalurkan content ke PT
Direct Vision (operator Astro Nusantara) meski Astro Malaysia tengah bersiteru
dengan Lippo Group.
2. KASUS BANK LIPPO
Kasus Bank Lippo bermula
dari terjadinya perbedaan laporan keuangan kuartal III Bank Lippo, antara yang
dipublikasikan di media massa dan yang dilaporkan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Dalam laporan yang dipublikasikan melalui media cetak pada 28 November 2002
disebutkan total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp
98 miliar. Sementara dalam laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total
aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan rugi bersih (yang belum diaudit)
menjadi Rp 1,3 triliun.
Rekayasa laporan keuangan
dilakukan keluarga karena mereka memiliki agenda terselubung yaitu untuk kembali
menguasai kepemilikan Bank Lippo. Rekayasa laporan keuangan tersebut dilakukan
dengan cara melaporkan kerugian yang tidak terjadi, kerugian bank itu
direkayasa melalui 2 cara yakni menurunkan nilai aset melalui valuasi yang
dirancang sangat merugikan bank dan transfer aset kepada pihak terkait untuk
menciptakan kerugian di pihak bank, tetapi menguntungkan pemilik lama.
Lippo Goup juga memiliki
trik licik dalam bisnis yaitu dengan melakukan goreng saham. Selain penurunan
nilai aset yang tidak rasional, manajemen Lippo juga merekayasa secara
sistematis untuk menurunkan harga saham Bank Lippo di BEJ dengan cara “menggorengnya”. Akibatnya, harga saham turun drastis dari Rp 540 di
bulan Agustus 2002 menjadi Rp 230 pada Februari 2003 (turun 50 persen lebih).
Cara “goreng saham” dilakukan untuk memperbesar kepemilikan
saham dari pemilik lama melalui right issue yang dipaksakan dalam harga pasar
sangat rendah karena mereka mengetahui pemerintah tidak bersedia membeli saham right issue
(rekapitalisasi kedua) karena bertentangan dengan UU Propenas. Saham pemerintah
menjadi terdilusi, sehingga kepemilikan saham menjadi dominan kembali hanya
dengan dana yang kecil.
3. ETIKA BISNIS ANTARA
PERSAINGAN DAN PELANGGARAN SULE XL VS SULE AS
Perang provider cellular
paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel berkali-kali kita dapat
melihat iklan-iklan kartu XL dan Kartu Ass/Simpati/Telkomsel. Namun pada perang
iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya tidak ada bintang iklan yang
pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan, namun pada
kasus ini saat penayangan iklan XL masih diputar di televisi. Intinya mengenai
kasus Sule yang menjadi bintang iklan pada dua produk kompetitor ada kesan
bajak membajak model dan materi iklan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar